Ummu Salamah ikut menyertai Rasulullah
saat perjanjian Hudaibiyah. Saat itu dalam perjalanannya menuju Mekah
dengan tujuan menunaikan umrah beserta kaum muslimin, tetapi orang-orang
musyrik mencegah mereka untuk memasuki Mekah, dan terjadilah Perjanjian
Hudaibiyah antara kedua belah pihak.
Akan tetapi, sebagian besar kaum muslimin merasa
dikhianati dan merasa bahwa orang-orang musyrik menyianyiakan sejumlah
hak-hak kaum muslimin. Di antara mayonitas yang menaruh dendam itu
adalah Umar bin al-Khaththab, yang berkata kepada Rasulullah dalam
percakapannya dengan beliau, “Atas perkara apa kita serahkan nyawa di
dalam agama kita?” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menjawab,
“Saya adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak akan menyalahi
perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyianyiakanku.”
Akan tetapi, tanda-tanda bahaya semakin memuncak
setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruh kaum muslimin
melaksanakan penyembelihan hewan qurban kemudian bercukur, tetapi tidak
seorang pun dari mereka melaksanakannya. Beliau mengulang seruannya tiga
kali tanpa ada sambutan.
Beliau menemui istrinya, Ummu Salamah, dan
menceritakan kepadanya tentang sikap kaum muslimin. Ummu Salamah
berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau menginginkan perintah Allah
ini dilaksanakan oleh kaum muslimin? Keluarlah engkau, kemudian
janganlah mengajak bicara sepatah kata seorang pun dari mereka sampai
engkau menyembelih qurbanmu serta memanggil tukang cukur yang
mencukurmu.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam kagum atas
pendapatnya dan bangkit mengerjakan sebagaimana yang diusulkan Ummu
Salamah. Tatkala kaum muslimin melihat Rasulullah mengerjakan hal itu
tanpa berkata kepada mereka, mereka bangkit dan menyembelih serta
sebagian dari mereka mulai mencukur kepala sebagian yang lain tanpa ada
perasaan keluh kesah dan penyesalan atas tindakan Rasulullah yang
mendahului mereka.